By Audika
Di sebuah desa yang terpencil, nyaman, tenang, dan tentram, tinggalah sebuah keluarga sederhana dengan rumah yang beratapkan timbunan daun yang tebal, beralaskan tanah dan berdinding rajutan kayu. Mereka keluarga pekerja keras. Pak Wartono dan ibu Hawiyah dengan dua orang anaknya yang bernama Didi dan Imah. Keluarga mereka disantuni oleh tetangga-tetangga di sekitar rumahnya karena baik, ramah dan sering membantu tetangganya yang terkena musibah atau masalah. Balasan yang setimpal.
Pak Wartono bekerja sebagai petani dan istrinya, ibu Hawiyah mengurusi kebun dan rumah tangga mereka. Didi dan Imah membantu mengurusi hewan ternak yang mereka miliki. Itu dilakukan setelah pulang sekolah. Anak-anak pak Wartono dan ibu Hawiyah semuanya masih duduk di sekolah dasar. Didi kelas 5 dan Imah kelas 3. terkadang juga mereka membantu ayahnya membajak sawah dan membantu ibunya mengurusi kebun. Tidak ada hiburan apapun selain bermain dengan hewan ternak kesayangannya.
Pada suatu hari datang utusan pemerintah ke desa mereka. Mereka memberitahukan bahwa sebagian tanah di desa ini adalah milik pemerintah sehingga akan diambil alih untuk membuat PLTU di tanah tersebut. Dan semua tanah pak Wartono termasuk di dalamnya kecuali rumahnya. Mereka menuntut tetapi tidak bisa karena pemerintahan pada masa itu terkenal dengan diktatornya sehingga siapa yang menentang, maka kehidupan orang tersebut dipastikan terancam.
Menangislah pak Wartono karena mata pencahariannya berasal dari tanah itu. Meskipun diberikan uang ganti rugi, tetap saja itu tak mencukupi untuk membeli lahan baru dengan luas yang sama. Istri dan anak-anaknya telah memaklumi, tapi pak Wartono tetap merasa dia bertanggung jawab karena ialah tanggungan keluarga, kepala keluarga. Akhirnya ia menerima dengan lapang dada meskipun telah menangis tersedu-sedu sebelumnya.
Beberapa minggu kemudian, pengerjaan proyek pemerintah telah dilakukan dan pak wartono sibuk dengan usahanya mencari lahan baru untuk ladangnya karena dia tidak mempunyai kemampuan lain selain itu. Beberapa kali percobaan yang dilakukan pak Wartono hasilnya nihil. Tidak ada yang mau menjual lahan/sawah dengan harga rendah. Pak Wartono hampir putus asa.
Akhirnya dia tidak menemukan sawah untuk dijual tetapi ada saudagar yang mengajaknya bekerja dengannya mengurusi sawah orang itu yang berada di sebelah desa pak Wartono. Dia pun gembira sekali dengan tawaran itu. Tanpa pertimbangan apapun dia menyetujuinya setelah berkonsultasi dengan keluarganya beberapa hari yang lalu. Saudagar itu pun senang karena pak Wartono yang pekerja keras ini mau bekerja dengannya.
Besoknya, pak Wartono mulai bekerja di sawah dan ladang milik saudagar itu. Dia juga senang bekerja di lingkungan yang sangat ia kenali meskipun bukan miliknya. Dia bekerja keras membajak, memupuk, mengusir hama, dan mengairi sawah. Atas kerja kerasnya itu produksi beras saudagar ini meningkat. Dia pun senang akan totalitas pak Wartono ini meskipun hanya sebatas petani. Tak hanya pak Wartono yang bekerja, ibu Hawiyah juga telah mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Sedangkan Didi dan Imah bertugas menjaga rumah dan mengurusi rumah.
Pak Wartono dan istrinya bahu membahu menghidupi keluarganya. Setiap bulan dia dan istrinya menyisihkan gaji mereka untuk ditabung beserta uang ganti rugi yang dulu mereka peroleh. Hingga beberapa tahun kemudian dia telah mampu membeli sawah yang luasnya sama dengan miliknya dulu, malah lebih luas lagi, dan juga mampu membeli rumah yang bagus. Sehingga dia bisa memproduksi sendiri beras dengan junlah yang besar baginya, pekerja yang dia miliki juga banyak. Sukses yang dia miliki merupakan hasil dari kerja keras, kesabaran yang tinggi dan juga mampu bertahan dalam menghadapi cobaan. Patut dijadikan motivasi…
0 Comments:
Posting Komentar